love ~ love ~ love ~love

love ~ love ~ love ~love

Rabu, 14 April 2010

KECEMASAN PADA MANUSIA

a. Pengertian

Menurut Freudman dalam Hardjito (2001) kecemasan adalah kekhawatiran, ketakutan terhadap sesuatu yang akan terjadi yang dihubungkan dengan sumber yang tidak dikenali dari bahaya yang diantisipasi. Kecemasan juga berarti isyarat adanya ancaman terhadap nilai-nilai yang juga dipegang oleh individu sebagai eksistensi kepribadiannya, dimana merupakan isyarat aktual atau simbolik adanya bahaya terhadap harga diri dihadapan orang yang berarti.

Dan kecemasan juga didefinisikan sebagai suatu keadaan emosi yang berkaitan dengan perasaan yang tak pasti dan tak berdaya, keadaan ini tidak memiliki subyek yang spesifik, kondisi dialami secara subyektif dan dikomunikasikan dalam hubungan antarpersonal (Stuart and Sundeen, 1998).

Dan, menurut Nettina (1996), cemas adalah suatu perasaan subyektif karena kekhawatiran dan tekanan yang dimanifestasikan gangguan psikofisiologik dan berbagai pola tingkah laku।

Cemas adalah keadaan di mana seseorang mengalami perasaan gelisah dan aktivitas saraf otonom dalam berespon terhadap ancaman tak jelas, tak spesifik (Carpenito, 2000).

Cemas didefinisikan sebagai suatu energi yang tidak dapat diukur, namun dapat dilihat secara tidak langsung melalui tindakan individu tersebut (Stuart dan Sundeen, 1998).

Menurut Barbara C. Long (2001) cemas merupakan suatu respon psikologis dan fisiologis, perasaan takut / tidak tenang yang sumbernya tidak diketahui.

Cemas adalah ketidakjelasan perasaan sulit yang sumbernya seringkali tidak spesifik atau tidak diketahui oleh individu (Carpenito, 2000 dikutip dari NANDA 1994).

Dari beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan kecemasan adalah suatu keadaan pikiran (jiwa) seseorang yang menimbulkan emosi yang tidak menyenangkan, tidak enak, menekan, yang timbul dari lingkungan dan tidak dapat atau sulit diatasi. Stres muncul karena keadaan tersebut menekan terlalu berat dan orang tersebut tidak kuat menahannya.


b. Gejala kecemasan

Kecemasan ditandai oleh terjadinya gejala fisik seperti tegang, takikardi, takipnoe, gemetaran, disertai oleh perasaan kuatir, kekuatan dan obsesi. Gangguan kecemasan adalah berbeda dari kekuatan normal, walaupun gejalanya dapat serupa secara umum, takut normal merupakan reaksi emosional yang nyata, ada ancaman eksternal dan respon emosional yang sesuai dengan kenyataan bahayanya. Sebaliknya, gejala gangguan kecemasan dapat terjadi baik tanpa ancaman eksternal yang jelas nyata maupun ketika respon pada ancaman yang berlebihan. Ketika suatu kekhawatiran atau kekuatan yang ekstrim dan tidak sesuai muncul serta mengakibatkan suatu derajat penurunan fungsi kehidupan maka diagnosis gangguan kecemasan harus dipertimbangkan (Shelton, 2000).

1) Model kecemasan sesuai teori Freudman (2001).

Model pertama dari suatu traumatik ialah pengalaman sejak lahir, saat bayi mendapat peningkatan stimulus dari sumber luar dalam perjalanan perkembangannya, namun tidak sanggup menguasainya. Titik berat teori Freud terletak pada peningkatan stimulus khususnya keinginan agresi dan seksual yang ditekan, dan perjuangan untuk membuat kehadirannya diketahui.

2) Model kedua melibatkan situasi bahaya। Freud menekankan bahwa, anak-anak berkembangan dan belajar untuk mengantisipasi situasi traumatik sebelum itu terjadi dan bereaksi sebagai kecemasan, Freud menyebutkan reaksi tanda kecemasan ini sebagai hasil situasi antisipasi terhadap bahaya, sebagai respon dari tanda bahaya ini, ego melakukan mekanisme pertahanan untuk mencegah pikiran dan perasaan muncul ke atas sadar (Gabbad, 2000)।


2. Rentang respon dan proses adaptasi terhadap cemas

Stuart dan Sundeen (1998) mengatakan rentan respon individu berfluktuasi antara respon adaptif dan maladaptive seperti :

Adaptif Maladaptif




Antisipasi Ringan Sedang Berat Panik

(Gambar : Rentang respon adaptif dan maladaptif)

(Dikutip dari Stuart dan Sundeen (1998) : Principles and practice of psychiatric nursing (5th ed), Philadelphia : Mosby Year Book)

Roy (1992 dalam Stuart dan Sundeen, 1998 ) mengatakan manusia mahluk yang unik karenanya mempunyai respon yang berbeda-beda terhadap cemas tergantung kemampuan adaptasi ini dipengaruhi oleh pengalaman berubah dan kemampuan koping individu. Koping adalah mekanisme mempertahankan keseimbangan dalam menghadapi stress.


c. Faktor predisposisi Kecemasan

1) Dalam teori psikoanalitis, cemas adalah konflik emosional yang terjadi antara dua elemen kepribadian; id dan superego. Gerald Corey (2000), mengartikan kecemasan itu adalah sebagai suatu keadaan tegang yang memaksa kita untuk berbuat sesuatu. Kecemasan ini menurutnya berkembang dari konflik antara sistem id, ego dan superego tentang sistem kontrol atas energi psikis yang ada untuk mengingatkan adanya bahaya yang datang.

2) Menurut pandangan interpersonal, cemas timbul dari perasaan takut terhadap ketidaksetujuan dan penolakan interpersonal. Cemas juga berhubungan dengan perkembangan trauma, seperti perpisahan dan kehilangan, yang menimbulkan kerentanan tertentu. Menurut Hawari (2005) stresor psikososial ialah setiap keadaan atau peristiwa yang menyebabkan penurunan dalam kehidupan seseorang, sehingga orang itu harus beradaptasi atau menyesuaikan diri untuk mengulanginya. Namun tidak semua orang mampu melakukan adaptasi dan mengatasi stresor tersebut, sehingga dapat timbul keluhan-keluhan berupa cemas dan depresi.

3) Menurut pandangan perilaku, cemas merupakan produk frustrasi yaitu segala sesuatu yang mengganggu kemampuan individu untuk mencapai tujuan yang diinginkan. Teori perilaku menyatakan bahwa kecemasan adalah suatu respon yang dibiasakan terhadap stimuli lingkungan spesifik. Penderita kecemasan cendrung menilai lebih terhadap derajat bahaya dan kemungkinan bahaya didalam situasi tertentu dan cenderung menilai rendah kemampuan dirinya untuk mengatasi ancaman yang datang kepada kesehatan fisik atau psikologisnya (Sadock, 2003).

4) Kajian keluarga menunjukkan bahwa gangguan kecemasan biasanya terjadi dalam keluarga. Menurut penelitian Hettema et al (2001) gangguan panik, fobia, gangguan kecemasan menyeluruh, dan gangguan obsesif-kompulsif, semua secara bermakna mempunyai hubungan dalam sanak keluarga. Sumber utama dari resiko hubungan sanak keluarga ini adalah genetik yang dibuktikan dengan penelitian saudara kembar monozigotik dan dizigotik.

5) Kajian biologis menunjukkan bahwa otak mengandung reseptor khusus untuk benzodiazepin, obat-obatan yang meningkatkan neuroregulator inhibisi asam gama-aminobutirat (GABA), yang berperan penting dalam mekanisme biologis yang berhubungan dengan kecemasan. Menurut telaah sistematik studi pencitraan saraf untuk penilaian fungsional dan structural otak yang dilakukan Hull (2005) pada penderita gangguan stres pascatraumatik ada pengurangan volume hipokamus, walaupun ada keterbatasan evaluasi yang tepat dan kategorisasi yang belum jelas। Lokasi penurunan fungsionalnya ialah adanya peningkatan aktivasi amigdada setelah provokasi gejala dan penurunan aktivitas area broka pada saat yang sama. Hal ini membuktikan beberapa area dari otak dapat rusak oleh trauma psikologis.


d. Klasifikasi tingkat kecemasan

Stuart and Sudeen (1998) membagi tingkat kecemasan menjadi empat yaitu:

1) Kecemasan ringan, kecemasan ringan berhubungan dengan ketegangan dalam kehidupan sehari-hari dan menyebabkan seseorang menjadi waspada dan meningkatkan lahan persepsinya. Kecemasan ringan dapat memotivasi belajar dan menghasilkan pertumbuhan dan kreativitas. Manifestasi yang muncul pada tingkat ini adalah kelelahan, iritable, lapang persepsi meningkat, kesadaran tinggi, mampu untuk belajar, motivasi meningkat dan tingkah laku sesuai situasi.

2) Kecemasan sedang, memungkinkan seseorang untuk memusatkan pada hal yang penting dan mengesampingkan yang lain sehingga mengalami perhatian yang selektif, namun dapat melakukan sesuatu yang terarah. Manifestasi yang terjadi pada tingkat ini yaitu kelelahan yang meningkat, kecepatan jntung dan pernafasan meningkat, ketegangan meningkat, bicara cepat dengan volume tinggi, lahan persepsi menyempit, mampu untuk belajar tapi tidak optimal, kemampuan konsentrasi menurun, perhatian selektif dan terfokus pada rangsangan yang tidak menambah ansietas, mudah tersinggung, tidak sabar, mudah lupa, marah dan menangis.

3) Kecemasan berat, kecemasan sangat mengurangi lahan persepsi seseorang. Seseorang dengan kecemasan berat cenderung untuk memusatkan pada sesuatu yang terinci dan spesifik, serta tidak dapat berfikir tentang hal lain. Manifestasi yang muncul pada tingkat ini adalah mengeluh pusing, sakit kepala, nausea, tidak dapat tidur (insomnia), sering kencing, diare, palpitasi, lahan persepsi menyempit, tidak mau belajar secara efektif, berfokus pada dirinya sendiri dan keinginan untuk menghilangkan kecemasan tinggi, perasaan tidak berdaya, bingung, disorientasi.

4) Panik, panik berhubungan dengan terperangah, ketakutan dan teror karena mengalami kehilangan kendali। Orang yang sedang panik tidak mampu melakukan sesuatu walaupun dengan pengarahan। Tanda dan gejala yang terjadi pada keadaan ini adalah susah bernafas, dilatasi pupil, palpitasi pucat, diaphoresis, pembicaraan inkoheren, hiperaktif, tidak mampu belajar, tidak mampu berkonsentrasi, tidak dapat berespon terhadap perintah yang sederhana, berteriak, menjerit, mengalami halusinasi.


2. Beberapa Model Konsep dari Kecemasan

a. Unified Model of anxiety disorder / Model Kesatuan dari gangguan kecemasan (Stuart-Sundeen, 1998)

Model ini merupakan multikausal dan sebagai kerangka kerja bagi perawat dalam melakukan pengkajian terhadap kecemasan. Kecemasan merupakan integrasi dari psikoanalisa, interpersonal, behavioral, genetik, dan pandangan biologi. Pada anak dan orang dewasa akan belajar dari pengalaman dan akan membedakan sifat dan asal dari situasi yang dapat menyebabkan kecemasan. faktor yang terintegrasi akan mengakibatkan ketidak seimbangan neurochemistry dan terjadi gangguan kecemasan.

b. Model untuk kecemasan dari penatalaksanaan terhadap gangguan kecemasan (Frisch and Frisch, 2002)

Di dalam model ini kecemasan didasarkan pada dua konsep, di mana kecemasan itu akan muncul jika individu dihadapkan pada situasi tertentu yang dirasakan mengancam, dan kecemasan itu dapat menetap pada diri seseorang dan terintegrasi dalam kepribadian. Sehingga individu ini akan mudah sekali menjadi cemas bila menghadapi situasi yang mengancam dirinya.

Individu akan menilai suatu kejadian didasarkan pada kekurangbaikan yang sifatnya aktual dan suatu pola yang tidak dapat dipisahkan dari ciri kecemasan.Hal ini akan menghasilkan dan membangkitkan beberapa gejala dan individu akan berusaha mengurangi kecemasan. Model ini mengacu pada dua metode koping, yaitu koping yang berpusat pada emosi dan koping yang berpusat pada kenyataan.


e. Tipe cemas

1. Akut

Faktor presipitasi cemas akut adalah kehilangan mendadak dan perubahan yang mengancam rasa aman seseorang. Cemas akut bisa terlihat pada seseorang yang akan dioperasi atau sesudah dioperasi. Umumnya, krisis mempengaruhi terjadinya cemas akut.

Gambaran klinis berupa keadaan rangsangan yang berlebihan pada sistem syaraf otonom, seperti pada sistem kardiovaskuler, pernafasan, endokrin, pencernaaan, urogenital, dan syaraf.

2. Kronik

Cemas kronik adalah cemas yang ada pada diri seseorang dalam periode waktu yang lama। Seseorang bisa merasakan kecemasan kronik, yang ditandai dengan anak menjadi tertutup, pemarah, dan bermusuhan। Pada orang dewasa, cemas kronik bisa dalam bentuk kelelahan kronik, insomnia, merasa tidak nyaman saat beraktivitas dan gangguan atau penurunan konsentrasi, (Purwanto,1998).


2. Tingkatan Cemas

Menurut Stuart dan Sundeen (1998) cemas terdiri dari empat tingkatan yaitu :

a. Kecemasan ringan

Kecemasan ringan berhubungan dengan ketegangan dalam kehidupan sehari-hari dan menyebabkan seseorang menjadi waspada dan meningkatkan lahan persepsinya. Kecemasan ringan dapat memotivasi belajar dan menghasilkan pertumbuhan dan kreatifitas.

b. Kecemasan sedang

Kecemasan sedang memungkinkan seseorang untuk memusatkan pada masalah yang penting dan mengesampingkan yang lain sehingga seseorang mengalami perhatian yang selektif, namun dapat melakukan sesuatu yang terarah..

c. Kecemasan berat

Kecemasan berat sangat mengurangi lahan persepsi seseorang. Seseorang dengan kecemasan berat cenderung untuk memusatkan pada sesuatu yang terinci dan spesifik, serta tidak dapat berpikir tentang hal lain. Orang tersebut memerlukan banyak pengarahan untuk dapat memusatkan pada suatu area yang lain.

d. Panik

Panik berhubungan dengan terperangah, ketakutan dan teror karena mengalami kehilangan kendali। Orang yang sedang panik tidak mampu melakukan sesuatu walaupun dengan pengarahan.


2. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kecemasan

Kecemasan dapat terjadi akibat adanya penyakit fisik antara lain tekanan darah tinggi, penyakit jantung, asthma dan kemungkinan adanya penyakit kanker (Morgan, 2001). Ada empat faktor utama yang mempengaruhi perkembangan pola dasar yang menunjukkan reaksi kecemasan, yaitu :

a. Lingkungan

Lingkungan mempengaruhi cara berpikir tentang diri sendiri maupun orang lain dan kecemasan dapat timbul apabila merasa tidak aman terhadap lingkungan sekitar.

b. Emosi yang ditekan

Kecemasan dapat terjadi karena tidak mampu menemukan jalan keluar dari suatu masalah atau dalam hubungan interpersonal, serta adanya rasa marah atau frustasi dalam waktu yang lama.

c. Sebab–sebab fisik

Faktor psikis dan fisik saling berinteraksi dan dapat menyebabkan timbulnya kecemasan, misalnya pada saat menderita suatu penyakit maka akan memicu timbulnya kecemasan terhadap kondisi dirinya.

d. Keturunan

Adanya hubungan faktor keturunan dengan kecemasan yang ditemukan pada keluarga tertentu (Ramaiah, 2003).

3. Stressor Pencetus

Stresor pencetus berasal dari sumber internal dan eksternal, yang dapat dikelompokan dalam dua kategori, yaitu : (1) Ancaman terhadap integritas seseorang meliputi ketidakmampuan fisiologis yang akan datang dan menurunnya kapasitas untuk melakukan hidup sehari-hari. (2) Ancaman terhadap sistem diri seseorang dapat membahayakan identitas, Harga diri dan fungsi sosial yang terintegrasi (Stuart, 1998).

4. Dampak yang Ditimbulkan oleh Kecemasan

Dampak yang ditimbulkan oleh kecemasan adalah sebagai berikut :

a. Fisiologis

1) Cardiovaskuler

Palpitasi, peningkatan tekanan darah, penurunan tekanan darah dan penurunan denyut nadi, denyut jantung cepat, pingsan.

2) Respirasi

Nafas cepat dan pernafasan berat, dada tertekan, kesulitan bernafas, hiperventilasi, pernafasan dangkal, kerongkongan bengkak.

3) Gastro intestinal

Mual, muntah, diare, perut terasa tidak enak dan nyeri, kehilangan nafsu makan, panas.

4) Neuro muskular

Peningkatan reflek, insomnia, tremor, reaksi terkejut, kejang, gelisah, muka tampak tegang, kelemahan seluruh tubuh, pergerakan yang kaku.

5) Kulit

Pucat, panas, dingin

6) Traktus urinarius

Rasa tertekan pada kandung kemih.

b. Behavior

Ketegangan fisik, gangguan istirahat, tremor, berbicara cepat, kurang koordinasi, hiper reaktif, perilaku menghindar

c. Kognitif

Tidak perhatian, kurang konsentrasi, penurunan kreatifitas, pelupa, kurang objektif, kehilangan kontrol, takut cedera atau mati.

d. Afektif : Tegang, takut, nervous।


C. Akibat kecemasan terhadap sistem pernafasan

Menurut Baratawidjaja (1999) salah satu faktor pencetus derajat asma saat serangan adalah kondisi psikologis klien yang tidak stabil termasuk di dalamnya cemas. Respon yang ditimbulkan oleh kecemasan dapat dimanifestasikan oleh syaraf otonom (simpatis dan parasimpatis). Serangan asma terjadi akibat gangguan saraf otonom terutama gangguan saraf simpatis yaitu blokade adrenergik beta dan hiperreaktifitas adrenergik alfa. Dalam keadaan normal aktifitas adrenergik beta lebih dominan daripada adrenergik alfa. Pada sebagian penderita asma aktifitas adrenergik alfa diduga meningkat yang mengakibatkan bronkhokonstriksi sehingga menimbulkan sesak nafas. Reseptor adrenergik alfa diperkirakan terdapat pada enzim yang berada dalam membran sel yang dikenal dengan adenyl-cyclase dan disebut juga messengner kedua. Bila reseptor ini dirangsang, maka enzim adenyl-cyclase tersebut diaktifkan dan akan mengkatalisasi ATP dalam sel menjadi 3’5’ cyclic AMP. cAMP ini kemudian akan menimbulkan dilatasi otot-otot polos bronkus, menghambat pelepasan mediator dari mastosit / basofil dan menghambat sekresi kelenjar mukus. Akibat blokade reseptor adrenergik beta maka fungsi reseptor adrenergik alfa terhambat akibatnya terjadi bronkhospasme sehingga menimbulkan sesak nafas. Hal ini dikenal dengan teori blokade adrenergik beta.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar